A. Pengertian Gondang
Pada tradisi musik Toba, kata gondang (Secara harfiah) memiliki banyak
pengertian. Antara lain mengandung arti sebagai : (1) seperangkat alat musik,
(2) ensambel musik, (3) komposisi lagu (kumpulan dari beberapa lagu), (pasaribu
1987). Makna lain dari kata ini, berarti juga sebagai (1) menunjukkan satu
bagian dari kelompok kekerabatan, tingkat usia; atau orang-orang dalam
tingkatan status sosial tertentu yang sedang menari (manortor) pada saat
upacara berlangsung (Irwansyah,1990).
Pengertian gondang sebagai perangkat alat musik, yakni gondang Batak.
Gondang Batak sering diidentikkan dengan gondang sabangunan atau ogling
sabangunan dan kadang-kadang juga diidentikkan dengan taganing (salah satu alat
musik yang terdapat di dalam gondang sabangunan). Hal ini berarti memberi kesan
kepada kita seolah-olah yang termasuk ke dalam Gondang Batak itu hanyalah
gondang sabangunan, sedangkan perangkat alat musik Batak yang lain, yaitu :
gondang hasapi tidak termasuk gondang Batak. Padahal sebenarnya gondang hasapi
juga adalah gondang Batak, akan tetapi istilah gondang hasapi lebih dikenal
dengan istilah uning-uningan daripada gondang Batak.
Gondang dalam pengertian ensambel musik terbagi atas dua bagian, yakni
gondang sabangunan (gondang bolon) dan gondang hasapi (uning-uningan). Gondang
sabangunan dan gondang hasapi adalah dua jenis ensambel musik yang terdapat
pada tradisi musik Batak Toba. Secara umum fungsi kedua jenis ensambel ini
hampir tidak memiliki perbedaan keduanya selalu digunakan di dalam upacara yang
berkaitan dengan religi, adat maupun upacara-upacara seremonial lainnya. Namun
demikian kalau diteliti lebih lanjut, kita akan menemukan perbedaan yang cukup
mendasar dari kedua ensambel ini.
Sebutan gondang dalam pengertian komposisi menunjukkan arti sebagai sebuah
komposisi dari lagu (judul lagu secara individu) atau menunjukkan kumpulan dari
beberapa lagu/repertoar, yang masing-masing ini bisa dimainkan pada upacara
yang berbeda tergantung permintaan kelompok orang yang terlibat dalam upacara
untuk menari, termasuk di dalam upacara kematian saur matua. Misalnya : gondang
si Bunga Jambu, gondang si Boru Mauliate dan sebagainya. Kata si bunga jambu,
si boru mauliate dan malim menunjukkan sebuah komposisis lagu, sekaligus juga
merupakan judul dari lagu (komposisi) itu sendiri.
Berbeda dengan gondang samba, samba
Didang-Didang dan gondang elek-elek (lae-lae). Meskipun kata gondang di sini
juga memiliki pengertian komposisi, namun kata sombai;didang-didangi dan
elek-elek memiliki pengertian yang menunjukkan sifat dari gondang tersebut,
yang artinya ada beberapa komposisi yang bisa dikategorikan di dalam
gondang-gondang yang disebut di atas, yang merupakan "satu keluarga
gondang". Komposisi dalam "satu keluarga gondang," memberi pengertian
ada beberapa komposisi yang memiliki sifat dan fungsi yang sama, yang dalam pelaksanaannya tergantung
kepada jenis upacara dan permintaan kelompok orang yang terlibat dalam upacara.
Misalnya: gondang Debata (termasuk di dalamnya komposisi gondang Debata Guru,
Debata sari, Bana Bulan, dan Mulajadi); gondang Sahalai dan gondang Habonaran.
Gondang
dalam pengertian repertoar contohnya si pitu Gondang. si pitu Gondang atau
kadang-kadang disebut juga gondang parngosi (baca pargocci) atau panjujuran
Gondang adalah sebuah repertoar adalah reportoar/kumpulan lagu yang dimainkan
pada bagian awal dari semua jenis upacara yang melibatkan aktivitas musik
sebagai salah satu sarana dari upacara masyarakat Batak Toba. Semua jenis lagu
yang terdapat pada si pitu Gondang merupakan "inti" dari keseluruhan
gondang yang ada. Namun, untuk dapat mengetahui lebih lanjut jenis bagian apa
saja yang terdapat pada si pitu Gondang tampaknya cukup rumit juga umumnya
hanya diketahui oleh pargonsi saja. Lagu-lagu yang terdapat pada si pitu
Gondang dapat dimainkan secara menyeluruh tanpa berhenti, atau dimainkan secara
terpisah (berhenti pada saat pergantian gondang). Repertoar ini tidak boleh
ditarikan. Jumlah gondang (komposisi lagu yang dimainkan harus di dalam jumlah
bilangan ganjil, misalnya : satu, tiga, lima, tujuh).
Kata
gondang dapat dipakai dalam pengertian suatu upacara misalnya gondang Mandudu
("upacara memanggil roh") dan upacara Saem ("upacara
ritual").
Gondang
dapat juga menunjukkan satu bagian dari upacara di mana kelompok kekerabatan
atau satu kelompok dari tingkatan usia dan status sosial tertentu yang sedang
menari, pada saat upacara tertentu misalnya : gondang Suhut, gondang Boru,
gondang datu, gondang Naposo dan sebagainya. Jika dikatakan gondang Suhut,
artinya pada saat itu Suhut yang mengambil bagian untuk meminta gondang dan
menyampaikan setiap keinginannya untuk dapat menari bersama kelompok
kekerabatan lain yang didinginkannya. Demikian juga Boru, artinya yang mendapat
kesempatan untuk menari; gondang datu, artinya yang meminta gondang dan menari;
dan gondang naposo, artinya muda-mudi yang mendapat kesempatan untuk menari.
Selain kelima pengertian kata gondang tersebut, ada
juga pengertian yang lain yaitu yang dipakai untuk pembagian waktu dalam
upacara, misalnya gondang Sadari Saboringin yaitu upacara yang didalamnya
menyertakan aktivitas margondang dan dilaksanakan selama satu hari satu malam.
Dengan demikian, pengertian gondang secara
keseluruhan dalam satu upacara dapat meliputi beberapa pengertian seperti yang
tertera di atas. pengertian gondang sebagai suatu ensambel musik tradisional
khususnya, maksudnya untuk mengiring jalannya upacara kematian saur matua.
B. Istilah Gondang Sabangunan
Banyak istilah yang diberikan para ahli kebudayaan
ataupun istilah dari masyarakat Batak itu sendiri terhadap gondang Sabangunan,
antara lain: agung, agung sabangunan, gordang parhohas na ualu (perkakas nan
delapan) dan sebagainya. Tetapi semua ini merupakan istilah saja, karena
masing-masing pada umumnya mempunyai pengertian yang sama.
Diantara istilah-istilah tersebut di atas, istilah
yang paling menarik perhatian adalah parhohas na ualu yang mempunyai pengertian
perkakas nan delapan. Istilah ini umumnya dipakai oleh tokoh-tokoh tua saja,
dan biasanya disambung lagi dengan kalimat "simaningguak di langit
natondol di tano" (artinya berpijak di atas tanah sampai juga ke langit).
Menurut keyakinan suku bangsa Batak Toba dahulu, apabila gondang sabangunan
tersebut dimainkan, maka suaranya akan kedengaran sampai ke langit dan semua
penari mengikuti gondang itu akan melompat-lompat seperti kesurupan di atas
tanah (na tondol di tano). Biasanya semua pendengar mengakui adanya sesuatu
kekuatan di dalam "gondang" itu yang dapat membuat orang bersuka
cita, sedih, dan merasa bersatu di dalam suasana kekeluargaan
Gondang sabangunan disebut "parhohas na ualu,
karena terdiri dari delapan jenis instrumen tradisional Batak Toba, yaitu
taganing, sarune, gordang, ogling ihutan, ogling oloan, ogling panggora, ogung
doal dan hesek tanpa odap. Kedelapan intrumen itu merupakan lambang dari
kedelapan mata angin, yang disebut "desa na ualu" dan merupakan dasar
yang dipakai untuk sebutan Raja Na Ualu (Raja Nan Delapan) bagi komunitas musik
gondang sabangunan.
Pada masa
awal perkembangan musik gondang Batak, instrumen-instrumen ini masing-masing
dimainkan oleh satu orang saja. Tetapi sejalan dengan perubahan jaman, ogling
oloan dan ogling ihutan telah dapat dimainkan hanya oleh satu orang saja.
Sedangkan odap sudah tidak dipakai lagi. Kadang-kadang peran hesek juga
dirangkap oleh pemain taganing, sehingga jumlah pemain ensambel itu bervariasi.
Keseluruhan pemain yang memainkan instrumen-instrumen dalam gondang sabangunan
ini disebut pargonsi dan kegiatan yang menggunakan perangkat-perangkat musik
tradisional ini disebut margondang (memainkan gondang).
C.
Jenis Dan Fungsi Instrumen Gondang Sabangunan
Gondang
sabangunan sebagai kumpulan alat-alat musik tradiosional Batak Toba, terdiri
dari : taganing, gordang, sarune, ogling oloan, ogling ihutan, ogling panggora,
ogling doal dan hesek. Dalam uraian berikut ini akan dijelaskan masing-masing
instrumen yakni fungsinya.
1. Taganing
Dari segi teknis, instrumen taganing memiliki
tanggung jawab dalam penguasaan repertoar dan memainkan melodi bersama-sama
dengan sarune. Walaupun tidak seluruh repetoar berfungsi sebagai pembawa
melodi, namun pada setiap penyajian gondang, taganing berfungsi sebagai
"pengaba" atau "dirigen" (pemain group gondang) dengan isyarat-
isyarat ritme yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota ensambel dan pemberi
semangat kepada pemain lainnya.
2. Gordang
Gordang ini berfungsi sebagai instrumen ritme
variabel, yaitu memainkan iringan musik lagu yang bervariasi.
3. Sarune
Sarune berfungsi sebagai alat untuk memainkan
melodi lagu yang dibawakan oleh taganing.
4. Ogung
Oloan (pemiapin atau Yang Harus Dituruti)
Agung Oloan mempunyai fungsi sebagai instrumen
ritme konstan, yaitu memainkan iringan irama lagu dengan model yang tetap.
Fungsi agung oloan ini umumnya sama dengan fungsi agung ihutan, agung panggora
dan agung doal dan sedikit sekali perbedaannya. agung doal memperdengarkan
bunyinya tepat di tengah-tengah dari dua pukulan hesek dan menimbulkan suatu
efek synkopis nampaknya merupakan suatu ciri khas dari gondang sabangunan.
Fungsi dari agung panggora ditujukan pada dua
bagian. Di satu bagian, ia berbunyi berbarengan dengan tiap pukulan yang kedua,
sedang di bagian lain sekali ia berbunyi berbarengan dengan agung ihutan dan
sekali lagi berbarengan dengan agung oloan.
5. Ogung Ihutan atau Ogung pangalusi (Yang
menjawab atau yang menuruti).
6. Ogling panggora atau Ogung Panonggahi (Yang
berseru atau yang membuat orang terkejut).
7. Ogung Doal (Tidak mempunyai arti tertentu)
8. Hesek
Hesek ini berfungsi menuntun instrumen lain secara
bersama-sama dimainkan. Tanpa hesek, permainan musik instrumen akan terasa
kurang lengkap. Walaupun alat
dan suaranya sederhana saja, namun peranannya penting dan menentukan.
D.
Susunan Gondang Sabangunan
Menurut
falasafah hidup orang Batak Toba, "bilangan" mempunyai makna dan
pengaruh dalam kehidupan sehari-hari dan aktivitas adat. "Bilangan
genap" dianggap bilangan sial, karena membawa kematian atau berakhir pada
kematian. Ini terlihat dari anggota tubuh dan binatang yang selalu genap.
menurut Sutan Muda Pakpahan, hal itu semuanya berakhir pada kematian, dukacita
dan penderitaan (Nainggolan, 1979).
Maka di
dalam segala aspek kehidupan diusahakan selalu "bilangan ganjil" yang
disebut bilangan na pisik yang dianggap membawa berkat dan kehidupan. Dengan
kata lain "bilangan genap" adalah lambang segala ciptaan didunia ini
yang dapat dilihat dan hakekatnya akan berlalu, sedang "bilangan
ganjil" adalah lambang kehidupan dan Pencipta yang tiada terlihat yang
hakekatnya kekal.
Itulah
sebabnya susunan acara gondang sabangunan selalu dalam bilangan ganjil. Nama
tiap acara, disebut "gondang" yang dapat diartikan jenis lagu untuk
nomor sesuatu acara. Susunan nomor acara juga harus menunjukkan pada bilangan
ganjil seperti Satu, tiga, atau lima dan sebanyak-banyaknya tujuh nomor acara.
Sedangkan jumlah acara juga boleh menggunakan acara bilangan genap, misalnya :
dua nomor acara, empat atau enam.
Selanjutnya
susunan acara itu hendaknya memenuhi tiga bagian, yang merupakan bentuk upacara
secara umum, yaitu pendahuluan yang disebut gondang mula-mula, pemberkatan yang
disebut gondang pasu-pasu, dan penutup yang disebut gondang hasatan. Ketiga
bagian gondang inilah yang disebut si pitu Gondang (Si Tujuh Gondang). Walaupun
dapat dilakukan satu, tiga, lima, dan sebanyak-banyaknya tujuh nomor acara atau
jenis gondang yang diminta. "Gondang mula-mula i ma tardok patujulona na
marpardomuan tu par Tuhanon, tu sabala ni angka Raja dohot situan na
torop". Artinya Gondang mula-mula merupakan pendahuluan atau pembukaan
yang berhubungan dengan Ketuhanan, kuasa roh raja-raja dan khalayak ramai.
Bentuk
upacara yang termasuk gondang mula-mula antara lain:
1. Gondang alu-alu, untuk mengadukan segala
keluhan kepada yang tiada terlihat yaitu Tuhan Yang Maha Pencipta, biasanya
dilakukan tanpa tarian.
2. Gondang Samba-Samba, sebagai persembahan kepada
Yang Maha Pencipta. Semua
penari berputar di tempat masing-masing dengan kedua tangan bersikap menyembah.
E.
syarat-Syarat pemain Gondang Sabangunan
Para
pemain instrumen-instrumen yang tergabung dalam komunitas gondang, disebut
pargonsi. Biasanya, sebagian besar warga masyarakat Batak Toba tertarik
mendengar alunan suara yang dikeluarkan oleh gondang sabangunan tersebut,
tetapi tidak semuanya mampu memainkan alat-alat tersebut apalagi mencapai tahap
pargonsi. Hal ini disebabkan karena adanya syarat-syarat tertentu yang harus
dipenuhi seseorang untuk dapat menjadi seorang pargonsi.
Syarat-syarat
tersebut seperti yang dikemukakan seorang ahlinya, antara lain:
1. Harus mendapat sahala dari Mulajadi Na Bolon
(Sang Pencipta). Sahala ini merupakan berkat kepintaran khusus dalam memainkan
alat musik yang diberikan kepada seseorang sejak dalam kandungan. Dengan kata
lain orang tersebut sudah dipersiapkan untuk menjadi seorang pargonsi sebagai
permintaan Mula Jadi Na Bolon.
2. Melalui proses belajar
Seseorang
dapat menjadi pargonsi, dengan adanya berkat khusus yang diberikan Mulajadi Na
Bolon sekaligus dipadukan dengan proses belajar. Sehingga itu seseorang
memiliki ketrampilan khusus untuk dapat menjadi pargonsi. Walaupun melalui
proses belajar, tetapi jika tidak diberikan sahala kepada orang tersebut, maka
ia tidak berarti apa-apa atau tidak menjadi pargonsi yang pandai.
3. Mempunyai pengetahuan mengenai ruhut-ruhut ni
adat (aturan-aturan dalam adat), maksudnya mengetahui struktur masyarakat Batak
Toba yaitu Dalihan Na Tolu dan penerapannya dalam masyarakat.
4. Umumnya yang diberkati Mulajadi Na Bolon untuk
menjadi seorang pargonsi adalah laki-laki, dengan alasan :
Laki-laki merupakan basil ciptaan dan
pilihan pertama Mulajadi Na Bolon.
Laki-laki
lebih banyak memiliki kebebasan daripada perempuan, karena para pargonsi sering
diundang memainkan ke berbagai daerah ununtuk memainkan gondang sabangunan
dalam suatu upacara adat.
5. Seseorang yang menjadi pargonsi harus sudah
dewasa tetapi bukan berarti harus sudah menikah.
F. Pemain Musik Gondang Sabangunan
Seperti
yang telah diuraikan pada sub-bab sebelumnya, bahwa keseluruhan pemain yang
menggunakan instrumen- instrumen dalam gondang sabangunan disebut pargonsi.
Dahulu, istilah pargonsi ini hanya diberikan kepada pemain taganing saja,
sedangkan kepada pemain instrumen lainnya hanya diberikan nama sesuai dengan
nama instrumen yang dimainkannya, yaitu pemain ogling (parogung), pemain hesek
dan pemain sarune (parsarune).
Dalam
konteks sosial, pargonsi ini mendapat perlakuan yang khusus. Hal ini didukung
oleh adanya prinsip stratifikasi yang berhubungan dengan kedudukan pargonsi
berdasarkan pangkat dan jabatan.
Sikap khusus yang diberikan masyarakat kepada
pargonsi itu disebabkan karena seorang pargonsi selain memiliki ketrampilan
teknis, mendapat sabala dari Mulajadi Na Bolon, juga mempunyai pengetahuan
tentang ruhut-ruhut ni adat (aturan-aturan adat/sendi-sendi peradaban).
Sehingga untuk itu, pargonsi mendapat sebutan Batara Guru Hundul ( artinya :
Dewa Batara Guru yang duduk) untuk pemain taganing dan Batara Guru Manguntar
untuk pemain sarune. Mereka berdua dianggap sejajar dengan Dewa dan mendapat
perlakuan istimewa, baik dari pihak yang mengundang pargonsi maupun dari pihak
yang terlibat dalam upacara tersebut. Dengan perantaraan merekalah, melalui
suara gondang (keseluruhan instrumen), dapat disampaikan segala permohonan dan
puji-pujian kepada Mulajadi Na Bolon (Yang Maha Esa) dan dewa-dewa bawahannya
yang mempunyai hak otonomi
Posisi pargonsi tampak pada saat hendak diadakannya
horja (upacara pesta) yang menyertakan gondang sabangunan untuk mengiringi
jalannya upacara. Pihak yang berkepentingan dalam upacara akan mengundang
pargonsi dan menemui mereka dengan permohonan penuh hormat, yang disertai
napuran tiar (sirih) diletakkan di atas piring.
Pada saat upacara berlangsung, pargonsi akan dilayani
dengan hormat, seperti ketika suatu kelompok orang yang terlibat dalam Dalihan
Na Tolu ingin menari, maka mereka akan meminta gondang kepada pargonsi dengan
menyerukan sebutan yang menyanjung dan terhormat, yaitu :
"Ale Amang panggual pargonsi, Batara Guru
Humundul, Batar Guru Manguntar, Na sinungkun botari na ni alapan arian,
Parindahan na suksuk, parlompaan na tabo, Paraluaon na tingkos, paratarias na
malo".
Artinya
"Yang terhormat para pemain musik, Batara Guru
Humundul, Batara Guru Manguntar. Yang ditanya sore hari dan dijemput sore hari
penikmat nasi yang empuk, penikmat lauk yang lezat. Penyampai pesan yang jujur,
pemikir yang cerdas.
Untaian kalimat di atas menunjukkan makna dari suatu
sikap yang menganggap bahwa pargonsi itu setaraf dengan Dewa. Mereka harus
selalu disuguhi dengan makanan yang empuk dan lezat, harus dijemput dan diantar
kembali bila pergi ke suatu tempat dan mereka itu dianggap mempunyai fikiran
yang jujur dan cerdas sehingga dapat menjadi perantara untuk menghubungkan
dengan Mulajadi Nabolon.
Komentar
Posting Komentar